RI Ajak Malaysia Kendalikan Harga CPO Dunia
NUSA DUA - Menteri Pertanian, Amran Sulaiman mengatakan, industri
sawit harus didukung karena merupakan komoditas strategis yang
menyumbang besar untuk devisa."Sawit ini
komoditas strategis jadi harus didukung. Sawit telah menyumbang devisa
sebesar Rp 250 triliun 2014," ujar Amran dalam "Indonesian Palm Oil
Conference (IPOC)" ke-11 di Nusa Dua, Kabupaten Badung, Bali, akhir
pekan ini.
Ia mengatakan, Indonesia merupakan
produsen dan pemasok kebutuhan minyak terbesar dunia namun tidak mampu
mengendalikan harga CPO. Untuk itu, ujar Amran,
Indonesia harus memperjuangkan agar berhasil menjadi pengendali harga
CPO dunia, sehingga keuntungan yang diraih bisa lebih besar.
"Maka
Indonesia sebagai pengekspor CPO utama dunia semestinya bisa mengatur
harga sawit. Seperti halnya pengekspor gandum yang bisa mengatur
harganya kepada importir, termasuk Indonesia," tuturnya.
Ia
juga mengajak semua industri sawit dari Indonesia dan Malaysia bekerja
sama, apalagi setelah membentuk Dewan Negara-Negara Penghasil Minyak
Sawit (Council of Palm Oil Producing Countries/CPOPC), untuk
meningkatkan kesejahteraan petani sawit.
Amran
menuturkan kelapa sawit memiliki peranan penting untuk kesejahteraan
masyarakat petani sebanyak 20 juta orang yang mengelola lahan empat juta
hektare. "Mohon maaf, bukan berarti kami tidak
peduli dengan lingkungan. Orangutan saja kita jaga dan mendapatkan
perhatian dunia, apalagi petani dan masyarakat sekitar. Cara pandangnya
harus kesejahteraan manusia, bukan hanya lingkungan, karena ada
saudara-saudara yang diprioritaskan," kata Amran.
Indonesia
dan Malaysia, ujar Amran, juga harus bekerja sama dalam pemenuhan
kebutuhan pasar global serta berjuang dalam mengendalikan harga.
Sementara
itu, ia memperkirakan produksi CPO pada 2015 sebesar 30 juta ton CPO.
Sedangkan untuk serapan biodiesel domestik pada 2016 diperkirakan
sebesar 6,8 juta ton untuk program mandatori B15.
Selanjutnya,
untuk program B20 dapat menyerap CPO sebesar 13 juta ton. "Sekarang B15
realisasinya sudah satu juta ton. Ini akan dipercepat. Kalau bisa tujuh
juta di 2016. Kita harus bangkit," tuturnya.
0 Komentar